Koruptor Tetap Istimewa di Penjara
Senin, 20 Mei 2013 | 10:03 WIB
Oleh KHAERUDIN
KOMPAS.com
- Sabtu (18/5/2013) lewat tengah malam ketika pintu sel nomor 17 di Blok Timur
Atas Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin, Bandung, dibuka. Di sel hanya ada
cahaya remang. Penghuninya memicingkan mata. ”Tolonglah, orang sudah lupa siapa
saya,” ujarnya lirih. Penghuni sel itu adalah narapidana sejumlah kasus korupsi
di Bulog, Widjanarko Puspoyo. Mantan Direktur Utama Bulog itu kini menghabiskan
sisa hukumannya bersama narapidana perkara korupsi lainnya di LP Sukamiskin.
Tak tersisa lagi kegagahan pada bekas politikus Partai Demokrasi Indonesia
Perjuangan ini. Ia berusaha memalingkan wajah ketika tahu wartawan berusaha
melongok ke selnya.
Sebelumnya, tak jauh dari sel
Widjanarko, sipir membuka pintu sel nomor 19 di blok sama, sel terpidana kasus
korupsi pajak, Gayus Tambunan. Begitu pintu sel dibuka, Gayus terenyak. Ia
sudah terlelap. Begitu pintu terbuka, di sel Gayus terpampang foto-foto bersama
istrinya, Miliana Anggraeni, beserta anak-anak mereka, termasuk dua anak kembar
yang lahir ketika Gayus sudah dipenjara. Gayus juga menggantungkan raket tenis
di dinding. Pakaiannya rapi tersetrika.
Gayus menolak lampu kamera menyoroti
selnya terlalu lama. Ia tak menolak saat Najwa Shihab, pembawa acara Mata
Najwa, meminta duduk di samping tempat tidurnya. Alih-alih bercerita soal
kasusnya, Gayus menyerocos, merasa privasinya dilanggar. ”Koruptor itu banyak
sekali, tersangka, terdakwa, kok saya enggak melihat yang seberat saya, yang
benar-benar habis-habisan diekspos,” ujarnya.
Di seberang sel Gayus terdapat sel
terpidana seumur hidup kasus pembobolan Bank BNI, Adrian Wowuruntu. Lampu sel
menyala terang dan terdengar suara musik dari dalam sel. Sipir membuka gembok
sel, tetapi Adrian belum mau membuka selnya. Rupanya, setiap sel di LP
Sukamiskin dilengkapi kunci selot yang bisa dikunci dari dalam.
Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi
Manusia Denny Indrayana yang memimpin inspeksi mendadak ke LP Sukamiskin, Sabtu
malam hingga Minggu dini hari, itu langsung meminta Kepala Pengamanan LP Teguh
Wibowo segera membongkar semua kunci selot pintu di dalam sel. Menurut Teguh,
kunci selot dipasang untuk mengamankan narapidana jika ada musuh yang
menyerang.
Ajudan Denny yang menggeledah sel
Adrian menemukan Ipad dan Ipod beserta pengeras suara di dalam sel. Ada juga
pemutar DVD beserta kepingan cakram film di sel Adrian. Ini bukan yang pertama
Adrian melanggar ketentuan tak boleh membawa barang terlarang ke dalam sel.
Saat masih ditahan di LP Cipinang, Adrian dipergoki Denny memakai laptop di
sel. Ketika hendak disita, di depan Denny, Adrian membanting laptopnya hingga
hancur.
Adrian hanya bisa menggerutu ketika
barang-barang terlarang di selnya disita. ”Apa sih sebenarnya yang kalian cari?
Saya ini masuk penjara bukan karena kesalahan saya,” ujarnya. Tapi saat ditanya
siapa mastermind kasus pembobolan BNI yang menjeratnya, Adrian bilang, ”Tanya
saja ke polisi.”
Masih di Blok Timur Atas terdapat
sel mantan Gubernur Bengkulu Agusrin Najamuddin. Sel nomor 38 yang dihuni
Agusrin bisa jadi paling istimewa. Inilah sel paling luas di penjara yang dibangun
sejak 1918 ini.
Sel Agusrin mirip tempat indekos
mewah. Begitu masuk pintu sel, langsung ada kamar mandi terpisah dengan pintu
tersendiri. Belok ke kiri dari pintu sel ada satu pintu lagi untuk masuk ke
ruangan tempat Agusrin ditahan. Sebuah tempat tidur, kursi rotan dengan alas
busa, minicompo, lemari filing cabinet, meja kerja, dan rak buku berisi
buku-buku politik dan agama tersimpan rapi di dalamnya. Tak hanya itu,
perlengkapan memasak juga ada di kamar berukuran 2,5 meter x 4 meter itu. Ada
penanak nasi listrik hingga kompor listrik portabel.
Di dinding sel tergantung jaket dan
topi biru dengan lambang Partai Demokrat. Agusrin juga menempelkan kertas yang
ditulisi hitungan jumlah pemilih dan alokasi jumlah kursi untuk DPR di seluruh
Indonesia. Ada juga peta Indonesia dan Sumatera terpasang di dindingnya.
Sebuah tas kecil yang terkunci
dengan kombinasi angka diminta dibuka. Isinya sejumlah uang yang menurut
Agusrin, untuk membayar upah narapidana lain yang membantunya, termasuk memijat
jika dia letih.
Jadwal latihan tenis terpampang di
dinding lemari. Agusrin satu grup latihan tenis dengan Gayus, mantan Bupati
Subang Eep Hidayat, dan mantan Wali Kota Bekasi Mochtar Mohammad. Mereka
berlatih tenis lima hari dalam sepekan.
Dari kamar Agusrin disita sejumlah
kartu perdana dan voucer pulsa, tapi tak ditemukan perangkat telekomunikasi. Di
meja kerjanya ada dua laci yang terkunci. Agusrin mengatakan, kuncinya telah
hilang.
Bertetangga dengan Agusrin adalah
sel terpidana korupsi wisma atlet SEA Games, Muhammad Nazaruddin. Nazaruddin
baru ditempatkan beberapa hari di Sukamiskin. Lokasi sel bekas Bendahara Umum
Partai Demokrat ini lumayan istimewa, terletak persis di depan sel yang pernah
ditempati presiden pertama Indonesia, Soekarno, ketika ditawan Belanda.
Dini hari itu, sel Nazaruddin tak
termasuk yang dibuka. Namun Kompas sempat berbincang sebentar dengannya. Saat
ditanya, apa ia mengetahui kasus-kasus korupsi terbaru yang dibongkar KPK,
dengan nada tertawa, Nazaruddin bilang, ”Kalian mau tanya Hambalang atau PKS?”
Di Sukamiskin, kondisi sel
narapidana korupsi dengan narapidana kejahatan umum sangat kontras. Narapidana
kejahatan umum hanya punya satu alas tidur, menyatu dengan bak mandi kecil dan
kloset jongkok yang bau.
Dari Sukamiskin, Denny melanjutkan
sidak ke Rutan Cipinang. Sel terpidana yang digeledah di Cipinang adalah sel
bekas Ketua DPRD Jawa Tengah Murdoko. Dari selnya disita empat telepon genggam,
dua di antaranya Blackberry jenis Pearl. Murdoko mengiba ke Denny agar kartu
memori di dalam dua Blackberry-nya tak disita. Tapi Denny tetap menyitanya.
Di semua sel yang disidak di
Cipinang hampir semua penghuninya menyimpan telepon genggam. Termasuk pegawai
pajak yang baru ditangkap KPK karena menerima suap dari perusahaan baja The
Master Steel di Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta. Telepon genggam ini
rata-rata berjenis CDMA, yang tak mempan diblok sinyalnya oleh perangkat jammer
di Rutan Cipinang. Inikah era Reformasi?
Sumber:
http://nasional.kompas.com/read/2013/05/20/10033126/Koruptor.Tetap.Istimewa.di.Penjara
analisis:
Dari contoh kasus diatas, sudah
terlihat jelas letak stratifikasi sosialnya. Dimana para koruptor yang sudah
menjadi narapidana kasus korupsi tesebut seakan diistimewakan sekali pun mereka
telah masuk ke dalam penjara. Bila dibandingkan dengan para narapidana yang
biasa-biasa saja, tentunya sangat jauh berbanding terbalik.pertanyaannya ialah
‘apakah uang bisa membeli keadilan?’ Sungguh
ironis sekali.
Penjara yang seharusnya menjadi tempat
dimana narapidana di bina dan mempunyai tujuan agar para narapidana jera
sehingga mereka tidak akan melakukan kesalahan-kesalahan yang melanggar hukum,
namun di dalam kasus ini seakan fungsi dari penjara itu sendiri sangat
berbanding terbalik.
kita hanya bisa berharap kepada para
pihak yang berwenang agar menegakkan keadilan tanpa harus memandang bulu. Apabila
kasus ini terus belanjut, maka bisa kita bayangkan betapa hancurnya keadilan
dan mungkin tidak ada efek jera bagi para koruptor sehingga mereka mungkin bisa saja melakukan hal yang sama kelak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar