MANUSIA DAN KEADILAN
A.
Pengertian
Keadilan
Keadilan menurut Aristoteles adalah kelayakan
dalam tindakan manusia. Kelayakan
diartikan sebagai titik tengah diantara kedua ujung ekstrem yang terlalu banyak
dan terlalu sedikit. Kedua ujung ekstrem itu menyangkut dua orang atau benda.
Menurut pendapat yang lebih umum dikatakan
bahwa keadilan itu adalah pengakuan dan perlakuan yang seimbang antara hak dan
kewajiban. Atau dengan kata lain, keadilan adalah keadaan bila setiap orang
memperoleh apa yang menjadi haknya dan setiap orang memperoleh bagian yang sama
dari kekayaan bersama.
B.
Keadilan
Sosial
Untuk mewujudkan keadilan sosial,
diperinci perbuatan dan sikap yang perlu dipupuk, yakni:
v Perbuatan
luhur yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan.
v Sikap
adil terhadap sesama, menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban serta
menghormati hak-hak orang lain
v Sikap
suka memberi pertolongan kepada orang yang memerlukan
v Sikap
suka bekerja keras
v Sikap
menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat untuk mencapai kemajuan dan
kesejahteraan bersama.
C. Berbagai Macam Keadilan
a. Keadilan
legal atau keadilan moral
Keadilan
timbul karena penyatuan dan penyesuaian untuk memberi tempat yang selaras kepada
bagian-bagian yang membentuk suatu masyarakat.
b. Keadilan
ditributif
Aristoteles
berpendapat bahwa keadilan akan terlaksana bilamana hal-hal yang sama
diperlakukan secara sama dan hal-hal yang tidak sama secara tidak sama (justice
is done when equals are treated equally).
c. Keadilan
komulatif
Keadilan
ini bertujuan memelihara ketertiban masyarakat dan kesejahteraan umum.
D. Kejujuran
Kejujuran atau jujur artinya apa
yang dikatakan seseorang sesuai dengan hati nuraninya apa yang dikatakannya
sesuai dengan kenyataan yang ada.
Berbagai hal yang menyebabkan orang
berbuat tidak jujur,seperti:
Tidak rela
Pengaruh lingkungan
Pengaruh sosial ekonomi
Terpaksa ingin populer
E. Kecurangan
Kecurangan atau curang identik
dengan ketidakjujuran atau tidak jujur, dan sama pada dengan licik,meskipun
tidak serupa benar. Sudah tentu kecurangan sebagai lawan jujur.
Bermacam-macam
sebab orang melakukan kecurangan. Ditinjau dari hubungan manusia dengan alam
sekitarnya. Ada empat aspek yaitu:
·
Aspek ekonomi
·
Aspek kebudayaan
·
Aspek peradaban
·
Aspek teknik
F. Pemulihan nama baik
Nama baik merupakan tujuan utama
orang hidup. Nama baik dalah yang tidak tercela. Setiap orang dengan hati-hati
agar namanya tetap baik.
Tingkah
laku atau perbuatan yang baik dengan nama baik itu pada hakekatnya sesuai
dengan kodrat manusia, yaitu:
a. Manusia
menurut sifat dasarnya adalah makhluk moral
b. Ada
aturan-aturan yang berdiri sendiri yang harus dipatuhi manusia untuk mewujudkan
dirinya sendiri sebagai pelaku moral tersebut.
Pada hakekatnya, pemulihan nama baik
adalah kesadaran manusia akan segala kesalahannya, bahwa apa yang telah
diperbuatnya tidak sesuai dengan ukuran moral atau tidak sesuai dengan akhlak.
G. Pembalasan
Pembalasan ialah suatu reaksi atas
perbuatan orang lain. Reaksi tu dapat berupa perbuatan yang serupa, perbuatan
yang seimbang, tingkah laku yang serupa, tingkah laku yang seimbang.
Pada dasarnya, manusia adalah
makhluk moral dan makhluk soial. Dalam brgaul, manusia harus mematuhi
norma-norma untuk mewujudkan moral itu. Bila manusia berbuat amoral,
lingkunganlah yang menybabkannya. Perbuatan amoral pada haekekatnya adalah
perbuatan yang melanggar atau memperkosa hak dan kewajiban manusia lain.
Oleh karena tiap manusia tidak
menghendaki hak dan kewajibannya dilanggar atau diperkosa, maka manusia
berusaha mempertahankan hak dan kewajibannya itu. Mempertahankan hak dan
kewajiban itu adalah pembalasan.
Contoh kasus:
Kasus
Nenek Pencuri Singkong
Di dalam sebuah laman blogspot yang
diterbitkan 6 Februari 2012 baru-baru ini, dimuat sebuah berita yang menurut
pemiliknya merupakan kisah nyata. Judulnya adalah ‘Hakim Hebat’. Kenapa disebut
hebat? Karena hakim itu mampu bertindak bijaksana saat seorang nenek mencuri
singkong. Berikut adalah kisah lengkapnya.
Kasus terjadi tahun 2011 lalu di
kabupaten Prabumulih, Lampung. Di ruang sidang pengadilan, hakim Marzuki duduk
tercenung menyimak tuntutan jaksa PU terhadap seorang nenek yang dituduh
mencuri singkong, nenek itu berdalih bahwa hidupnya miskin, anak lelakinya
sakit, cucunya lapar. Namun, manajer tempat dia mencuri tetap pada tuntutannya,
agar menjadi contoh bagi warga lainnya.
Hakim Marzuki menghela nafas, dia
memutuskan di luar tuntutan jaksa PU. “Maafkan saya,” katanya sambil memandang
nenek itu. “Saya tak dapat membuat pengecualian hukum, hukum tetap hukum, jadi
Anda harus dihukum. Saya mendenda Anda 1 juta rupiah dan jika Anda tidak mampu
bayar maka Anda harus masuk penjara 2.5 tahun, seperti tuntutan jaksa PU.”
Nenek itu tertunduk lesu. Hatinya
remuk redam sementara hakim Marzuki mencopot topi toganya, membuka dompetnya
kemudian mengambil uang 1 juta dan memasukkannya ke topi toganya serta berkata
kepada hadirin. “Saya atas nama pengadilan, juga menjatuhkan denda kepada tiap
orang yang hadir di ruang sidang ini sebesar Rp 50 ribu, sebab menetap di kota
ini, namun membiarkan seseorang kelaparan sampai harus mencuri untuk memberi
makan cucunya. Saudara Panitera, tolong kumpulkan dendanya dalam topi toga saya
ini lalu berikan semua hasilnya kepada terdakwa.”
Sampai palu diketuk dan hakim
Marzuki meninggalkan ruang sidang, nenek itupun pergi dengan mengantongi uang
Rp 3.5 juta, termasuk uang Rp 50 ribu yang dibayarkan oleh manajer tersebut
yang tersipu malu karena menuntutnya. Sungguh sayang kisahnya luput dari pers.
Meski seandainya ini bukan kisah
nyata dan hanya sebagai ilustrasi saja, ada sesuatu yang bisa kita pelajari
dari hal ini. Di Indonesia, kasus serupa pun banyak terjadi. Kasus pencurian
sandal di masjid, kasus nenek yang mencuri piring, kasus lainnya yang mungkin
kita tidak tahu. Berikan perhatian dan bantuan kepada sekeliling kita dan
jadilah berkat kemanapun kita melangkah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar