“Bagaimana saya hidup dan bertindak?”.
Pada dasarnya itu merupakan suatu pertanyaan
besar di kala kita hidup di dunia. Dalam pertanyaan itu memiliki arti bahwa
kita harus memiliki tujuan untuk menjadi ‘siapa’. Mengapa begitu? Karena kita
hanya hidup sekali di dunia ini. Maka dari itu, kita harus menggunakan
kesempatan yang Allah SWT berikan itu dengan sebaik-baiknya. Seperti kata
pepatah : “Harimau mati meninggalkan belang, gajah mati meninggalkan gading,
manusia mati meninggalkan nama baik.” Nama baik inilah yang menjadi maksud agar
kita menjadi orang yang bisa membuat hidupnya sendiri menjadi bermakna dan
bermanfaat untuk diri sendiri dan orang-orang disekitarnya agar dapat dikenang
amal kebaikan atau jasa-jasanya.
Menjadikan hidup menjadi lebih bermakna
merupakan tujuan hidup setiap manusia dan tentu tidaklah ada ruginya. Makna itu
sendiri memiliki arti ibarat kita merapikan tempat tidur yang berantakan
kemudian menjadi rapi maka disitulah ada rasa kepuasan batin yang bermakna.
Namun, kadang kala disaat manusia mencoba untuk membuat hidupnya lebih
bermakna, ada saja rintangan/cobaan-cobaan yang harus dihadapi. Tetapi
tentunya, Allah memiliki maksud mengapa Ia memberikan cobaan itu karena Allah
ingin menguji manusia untuk melihat kemampuan manusia itu sendiri.
Sesungguhnya, bila manusia itu bisa melewati rintangan/cobaan dalam hidupnya
itu, pastinya Allah akan memberikan nikmat yang lebih besar. Sungguh Allah
tidak akan memberikan cobaan diluar batas kemampuan hamba-hambanya.
Namun, terkadang beberapa orang menganggap
cobaan-cobaan yang diberikan itu sebagai suatu beban/penderitaan. Mereka-mereka
inilah yang tidak pernah mensyukuri setiap perjalanan hidupnya. Maka dari itu,
mereka mudah merasa hidupnya sebagai beban/penderitaan. Pada dasarnya, manusia itu sendiri tergolong menjadi 2
kategori, yaitu:
1. Manusia
yang opstimis
2. Manusia
yang pesimis
Manusia yang optimis itu sendiri menganggap
bahwa hidup yang penuh penderitaan masih dianggap berharga dan mereka yang
bersikap optimis ini juga masih merasa bahwa kebahagiaan masih bisa dibangun
dari puing-puing penderitaan itu sendiri. Ada pula tokoh-tokoh yang bisa dikatakan
menjadi orang yang optimis seperti : fir’aun, hitler,musholini. Namun dalam
tokoh agama yaitu seperti : Nabi, ulama, pastur,kepala suku, dll.
Tetapi
memang tidak selamanya orang yang optimis sudah pasti memiliki iman yang baik. Sikap
optimis yang baik itu ialah sikap optimis yang didasarkan dengan keimanan.
Contohnya seperti percaya adanya Allah SWT yang akan membantu kita disaat kita
merasakan penderitaan/beban dengan terus beribadah kepadanya. Seperti yang
terdapat dalam Al-Qur’an surat Al-baqarah ayat 186 yang memiliki arti : “Dan
apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah),
bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa
apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala
perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada
dalam kebenaran.”. Maka dari itu, kita
harus bersikap optimis yang dapat memacu kita dalam menghadapi segala
cobaan-cobaan.
Bila tadi sudah membicarakan mengenai manusia
yang optimistis, selanjutnya yaitu membahas manusia-manusia yang pesimis. Dikatakan
sebagai orang-orang yang pesimis karena saat mereka measakan suatu
penderitaan/beban, mereka merasa hidupnya tidak berharga lagi dan merasa bahwa
kematian itu lebih baik untuk mengakhiri penderitaannya. Untuk menghindari
sikap yang pesimis ini yaitu dengan merubah pemikiran kita akan sebuah
penderitaan itu menjadi sebuah kebahagiaan.
Dari
sinilah timbul sebuah pertanyaan, “bagaimana merubah semua penderitaan itu menjadi
sesuatu yang bermakna atau dapat membahagiakan?”
Sebenarnya, kunci untuk menggapai kebahagiaan
yang abadi itu adalah dengan cara ikhlas, sabar, tawakal dan jujur. Tentunya
dengan memiliki sikap-sikap tersebut InsyaAllah hidup kita di dunia maupun di
akhirat akan lebih tentram dan bahagia.Allah pun menyajikan “Falyakamal amalm shalihah” yang artinya:
“siapa yang ingin berjumpa denganku harus memiliki amalan yang shalihah.
Pada
dasarnya hal yang dapat menimbulkan kegalauan dalam menghadapi masalah itu
ialah mengabaian ibadah. Jadi, mulailah mendekatkan diri kepada Allah SWT
dengan beribadah kepadanya niscaya hidup akan merasa lebih tenang dalam
menghadapi masalah yang ada. Agar kita pun dapat menggapai tujuan hidup kita
yaitu hidup bahagia di dunia dan juga di
akhirat . oleh karenanya, kita harus mengubah penderitaan menjadi sebuah
kebahagiaan dengan sifat yang optimistis namun tetap beriman kepada Allah SWT
agar hidup menjadi lebih bermakna diiringi dengan amalan shaliha.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar